EFEKTIVITAS PENYELESAIAN SENGKETA DAN UPAYA EKSEKUSI PUTUSAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)
Keywords:
Efektivitas, Gugatan Sederhana, Eksekusi.Abstract
Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya perbedaan kepentingan ataupun perselisihan antar pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Dalam hal penyelesaian gugatan, proses penyelesaian gugatan secara sederhana sudah dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Gugatan dengan nilai yang kecil apabila menggunakan tahapan dan prosedur yang panjang serta sistem peradilan yang berjenjang, dikhawatirkan biaya yang diperlukan dalam menyelesaikan sengketa melebihi dari nilai gugatan itu sendiri. Mengatasi persoalan diatas diperlukan langkah atau prosedur yang tepat agar peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan menjadi terpenuhi dan juga tidak membuat semakin banyak perkara yang menumpuk untuk segera diselesaikan pula. Prosedur penyelesaian sengketa tersebut dikenal dengan penyelesaian gugatan sederhana (small claim court), selanjutnya disebut small claim court yaitu, prosedur penyelesaian sengketa dengan memberikan kewenangan pada pengadilan untuk menyelesaikan perkara didasarkan pada besar kecilnya nilai objek sengketa, sehingga dapat tercapai penyelesaian sengketa secara cepat, sederhana, dan biaya ringan, tetapi tetap memberikan kekuatan hukum berupa putusan hakim yang mempunyai daya paksa untuk dilaksanakan. Hasil penelitian Gugatan sederhana (small claim court) berdasarkan Perma No. 4 Tahun 2019 memiliki potensi besar dalam meningkatkan akses keadilan dan mempercepat penyelesaian sengketa perdata dengan nilai kecil. Namun, perlu adanya pemahaman yang baik mengenai batasan subjek perkara dan upaya hukum yang tersedia agar gugatan sederhana dapat dimanfaatkan secara optimal. Beberapa sumber menyebutkan bahwa penerapan Perma ini juga menghadapi tantangan internal dalam pelaksanaannya, sehingga perlu terus dievaluasi untuk meningkatkan efektivitasnya. Tidak dipungkiri acara gugatan sederhana ini memiliki kelebihan yakni dapat menjangkau lapisan masyarakat kecil sehingga dapat mengakses peradilan sederhana, cepat dan biaya murah karena dapat selesai tanpa adanya proses banding dan kasasi. Selain itu juga dapat mengurangi volume perkara yang ada di Mahkamah Agung. Namun acara ini juga memiliki kekurangan antara lain minimnya pengetahuan dan sosialisasinya kepada masyarakat luas. Proses persidangan gugatan sederhana juga mengenal adanya sita jaminan. Sita jaminan baru diatur secara eksplisit dalam Pasal 17A PERMA No. 4/2019. Secara teknis, Penggugat harus menyertakan permohonan sita dalam surat gugatan atau dapat diajukan pada saat berlangsungnya proses persidangan. Perma sebelumnya diketahui tidak mengatur secara eksplisit ketentuan sita jaminan, sedangkan Pasal 32 mengatur secara eksplisit bahwa “ketentuan hukum acara perdata tetap berlaku sepanjangtidak diatur secara khusus dalam Peraturann Mahkamah Agung ini” berarti apabila dalam Peraturan Mahkamah Agung itu tidak terdapat pengaturan terkait sita jaminan, maka ketentuan HIR/RBg tentang penyitaan tetap berlaku. Dalam praktiknya, ada yang menganggap hakim tidak diperbolehkan meletakkan sita saat memeriksa gugatan sederhana, dikarenakan tidak relevan dengan waktu pemeriksaan yang singkat. Pada hakikatnya sita jaminan sebagai bentuk antisipasi terhadap perbuatan tergugat agar tidak mengalihkan kepemilikan hartanya sebelum perkara diputuskan, serta dikabulkannya sita jaminan tergantung pertimbangan hakim berdasarkan situasi dan urgensi perkaranya
Downloads


